ASUHAN KEBIDANAN BAYI Ny. “M” DENGAN HERNIA
DIAFRAGMATIKA DI PUSKESMAS GINTU KECAMATAN LORE SELATAN
KABUPATEN POSO TANGGAL 28 – 30 OKTOBER 2012
KONSEP
DASAR MENDEKATI KTI
OLEH :
MIRAWATI PELABI
PO.71.3.211.11.1.070
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN KEBIDANAN
2012
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucap Puji Syukur kehadirat TUHAN YANG MAHA
KUASA saya dapat menyelesaikan KTI tentang “HERNIA DIAFRAGMATIKA” ” ini dengan
baik.
Penulis
mengucapkan terimakasih banyak kepada para pembimbing dan semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini atas semua bantuan, bimbingan, dan
kemudahan yang telah diberikan kepada saya dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini. Penulisan KTI adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan
untuk menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Askeb Neonatus.
Meskipun saya (penulis) telah berusaha dengan segenap
kemampuan, namun saya menyadari bahwa dalam penulisan KTI ini penulis merasa
masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan KTI ini yang
selanjutnya akan saya terima dengan tangan terbuka.
Makassar, November 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB. I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Kesenjangan Data
1.3
Rumusan Masalah
1.4
Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori
(Konsep Dasar)
2.1 Pengertian Hernia Diafragmatika
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Tanda Dan Gejala
2.5 Komplikasi
2.6 Gambaran Klinis
2.7 Penatalaksanaan
B. Menejemen Asuhan Kebidanan
1.
Pengertian Menejemen
2. Teori 7 (tujuh) Varley
3.
Pendokumentasian (SOAP)
BAB III
TINJAUAN KHASUS
3.1
PENGKAJIAN DATA
3.2
PENDOKUMENTASIAN (SOAP)
BAB IV
PEMBAHASAN DARI TUJUAN KHASUS
4.1 Masalah
4.2
Perencanaan
4.3
Implementasi
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
5.2 SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ
intra abdomen ke dalam rongga kavum pleura melalui suatu lubang pada diafragma.
Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma adalah trauma pada abdomen,
baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul, baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Mekanisme dari cedera dapat
berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling sering
akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab paling
sering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini menyebabkan terjadi
penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan dengan adanya rupture
pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering disebabkan oleh
luka tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Secara anatomi serat otot
yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal
dari arkus lumboskral dan vertebrocostal adalah tempat yang paling lemah dan
mudah terjadi ruptur.
Organ abdomen yang dapat
mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus, kolon, lien dan
hepar. Juga dapat terjadi hernia
inkarserata maupun strangulasi dari usus yang mengalami herniasi ke rongga thorak
ini. Namu
pada bayi lahir penyebab adalah kemungkinan Akibat penonjolan viscera abdomen
ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan
dengan pembentukan sistem organ dalam rahim.
1.2 Kesenjangan
Data
Menurut World Health Organization (WHO) menunjukkan di Indonesia
terdapat Angka Kematian Ibu sekitar 307 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi di Indonesia 35 per 1000
kelahiran hidup. Tingginya Angka Kematian
Bayi tersebut disebabkan oleh asfiksia neonatorum (49-60 %), infeksi (24-34 %), permaturus/BBLR (15-20 %),
trauma persalinan (2-7 %) dan cacat bawaan (1-3%).
Menurut data dari
rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Praya, angka mortalitas bayi dengan kasus Hernia Diafragmatika cukup tinggi. Data terbaru untuk tiga tahun terakhir,
yaitu pada tahun 2006 terdapat 495 kasus dengan
klasifikasi laki-laki 273 orang dan perempuan 222 orang dengan angka
kematian 11 orang. Tahun 2007 menurun menjadi 401 kasus dimana laki-laki 234
orang dan perempuan 175 orang dengan angka kematian sebanyak 7 orang. Sedangkan
pada tahun 2008 meningkat menjadi 624 orang, laki-laki 285 orang dan perempuan
339 orang dengan angka kematian 10 orang.
Hernia
difragmatika terjadi karena berbagai faktor, yang berarti “banyak faktor” baik
faktor genetik maupun lingkungan. Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi
pada penderita hernia diafragmatika tipe Bockdalek antara lain 20 % mengalami
kerusakan kongenital paru-paru dan 5 – 16 % mengalami kelainan kromosom. Selain
itu dapat menimbulkan beberapa komplikasi misalnya :
a. Gangguan
Kardiopulmonal karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral.
b. Sesak nafas berat
berlanjut dengan asfiksia.
c. Mengalami muntah
akibat obstruksi usus.
d. Adanya penurunan
jumlah alveoli dalam pembentukan bronkus.
1.3 Rumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah,yaitu :
a.
Pengertian
Hernia Diafragmatika
b.
Penyebab
Hernia Diafragmatika
c.
Patofisiologis
Henia Diafragmatika
d. Tanda dan gejala Hernia
Diafragmatika
e.
Komplikasi
Hernia Diafrgmatika
f.
Penatalaksanaan
Henia Diafragmatika
1.4 Tujuan
Penulisan
Adapun
yang menjadi tujuan dalam makalah ini antara lain, mengetahui :
a.
Pengertian
Hernia Diafragmatika ?
b.
Penyebab
Hernia Diafragmatika ?
c.
Patofisiologis
Henia Diafragmatika ?
d. Tanda dan gejala Hernia
Diafragmatika ?
e.
Komplikasi
Hernia Diafrgmatika ?
f.
Penatalaksanaan
Henia Diafragmatika ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI
(KONSEP DASAR)
2.1 Pengertian Hernia Diafragmatika
Hernia
adalah penonjolan gelung atau ruas organ atau jaringan melalui lubang abnormal.
Henia diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut.
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui
suatu lubang pada diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga
thorax melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan
sistem organ dalam rahim. Hernia diafragmatika termasuk kelainan bawaan yang
terjadi karena tidak terbentuknya sebagian diafragma, sehingga ada bagian isi
perut masuk kedalam rongga torak.
2.2 Etiologi
Hernia Diafragmatika
Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran
dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri. Janin tumbuh di uterus ibu
sebelum lahir, berbagai sistem organ berkembang dan matur. Diafragma berkembang
antara minggu ke-7 sampai 10 minggu kehamilan. Esofagus (saluran yang
menghubungkan tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga berkembang pada
minggu itu. Pada hernia tipe Bockdalek, diafragma berkembang secara tidak wajar
atau usus mungkin terperangkap di rongga dada pada saat diafragma berkembang.
Pada hernia tipe Morgagni, otot yang seharusnya berkembang di tengah diafragma
tidak berkembang secara wajar. Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma
dan saluran pencernaan tidak terjadi secara normal. Hernia difragmatika terjadi
karena berbagai faktor, yang berarti “banyak faktor” baik faktor genetik maupun
lingkungan.
2.3 Patofisiologis Hernia Diafragmatika
Disebabkan oleh gangguan
pembentukan diafragma. Diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membrane
pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari
otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan
seperti diafragma, gangguan fusi ketiga unsure dan gangguan pembentukan seperti
pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang
hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan menyebabkan diafragma
tipis dan menimbulkan eventerasi. Para ahli belum seluruhnya mengetahui faktor
yang berperan dari penyebab hernia diafragmatika, antara faktor lingkungan dan
gen yang diturunkan orang tua.
2.4 Tanda
dan Gejala Hernia Diafragmatika
Gejalanya berupa:
a. Retraksi sela iga dan substernal
b. Perut kecil
dan cekung
c. Suara nafas
tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut.
d. Bunyi jantung terdengar di daerah yang
berlawanan karena terdorong oleh isi perut.
e. Terdengar bising usus di daerah dada.
f. Gangguan
pernafasan yang berat
g. Sianosis
(warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)
h. Takipneu
(laju pernafasan yang cepat)
i. Bentuk
dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
j. Takikardia (denyut jantung yang cepat).
2.5
Komplikasi Hernia Diafragmatika
Lambung,
usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar,
biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Setelah lahir,
bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk
massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma
gawat pernafasan. Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita
hernia diafragmatika tipe Bockdalek antara lain 20 % mengalami kerusakan
kongenital paru-paru dan 5 – 16 % mengalami kelainan kromosom. Selain itu dapat
menimbulkan beberapa komplikasi misalnya :
a. Gangguan Kardiopulmonal karena terjadi penekanan
paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral.
b. Sesak nafas berat berlanjut dengan asfiksia.
c. Mengalami muntah akibat obstruksi usus.
d. Adanya penurunan jumlah alveoli dalam pembentukan bronkus.
b. Sesak nafas berat berlanjut dengan asfiksia.
c. Mengalami muntah akibat obstruksi usus.
d. Adanya penurunan jumlah alveoli dalam pembentukan bronkus.
2.6 Gambaran klinis
Kelainan yang sering ditemukan adalah
adanya penutupan yang tidak sempurna dari sinus pleuroperitoneal ( foramen
bochdalek ) yang terletak pada bagian postero-lateral dari diafragma, tetapi
jarang di temukan hernia sinussubsternal (foramen morgagni) yang melalui hiatus
esofagus.
2.7 Penatalaksanaan
Diafragmatika
a. Pemeriksaan fisik
1) Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata
2) Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid
3) Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan
4) Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang
5) Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
6) Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
7) Bising usus terdengar di dada
1) Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata
2) Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid
3) Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan
4) Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang
5) Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
6) Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
7) Bising usus terdengar di dada
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah toraks
2) Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis diafragmatika dengan eventerasi (usus menonjol ke depan dari dalam abdomen)
1) Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah toraks
2) Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis diafragmatika dengan eventerasi (usus menonjol ke depan dari dalam abdomen)
Yang
dapat dilakukan seorang bidan bila menemukan bayi baru lahir yang mengalami
hernia diafragmatika yaitu :
1. Berikan oksigen bila
bayi tampak pucat atau biru.
2.
Posisikan bayi semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan
dari isi perut terhadap paru berkurang
dan agar diafragma dapat bergerak bebas.
3.
Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan
bayi agar tidak terjadi aspirasi.
4.
Lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi ke tempat
pelayanan yang lebih baik.
c. Perencanaan
Apabila
pada anak dijumpai adanya kelainan – kelainan yang biasa mengarah pada Hernia diafragmatika, maka anak perlu
segera dibawa ke dokter atau rumah sakit agar segera bisa ditangani dan
mendapatkan diagnosis yang tepat. Tindakan
yang bisa dilakukan sesuai dengan masalah yang keluhan – keluhan yang dirasakan
:
1.
Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa
nasogastrik yang dengan teratur dihisap.
2.
Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak
dipersiapkan untuk operasi. Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan
lubang pada diafragma diperbaiki.
B. Menejemen
Asuhan Kebidanan
1. Pengertian Menejemen
Manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran
dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam
rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. Manajemen
kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari kepada
kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan
untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan
langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data,
memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang
dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.
2. Teori 7 (tujuh) Varney
Langkah 1 : Pengkajian
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Merumuskan Masalah
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.
Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Merumuskan Masalah
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasioleh bidan sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Langkah III: Mengantisipasi
Diagnosa/Masalah Potensial
Pada langkah ini
mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan
diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi,
bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut
untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah
potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar
masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi
klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan
kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau
kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan
terus-menerus. Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan
tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi
kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga
harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu
maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan
secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada
langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan
terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi.
Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana
asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi
dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari krangka pedoman
antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi
berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk
klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural
atau masalah psikologi. Setiap rencana asuhan
haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar
dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana
tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus
rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to
date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
Langkah VI: Implementasi
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien.
Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak
melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan
pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk
menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam
penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap
terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang
efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan
klien
Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ini
dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam
pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik
3.
Pendokumentasian
Metode SOAP
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan
dapat di terapkan dengan metode SOAP yang tersusun berdasarkan pola fikir manajemen asuhan kebidanan .
Ø S ( data subjektif )
Data subjektif( S ), merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan. Menurut Helen Varney langkah pertama (
pengkajian data ).
Menggambarkan
pendokumentasian hasil pengumpulan data klien yang diperoleh melalui anamnesa. Pada
pasien yang bisu, di bagian data di belakang huruf “S”, di beri
tanda huruf “O” atau “X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien adalah
penderita tuna wicara.
Ø O ( data objektif )
Data objektif ( O ) merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan. Menurut Helen Varney pertama (pengkajian
data). Merupakan pendokumentasian hasil pengumpulan data kilen yang di peroleh
melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan
laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain.
Ø A ( assesment )
A (analysis/assesment) merupakan
pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi ( kesimpulan ) dari data
subjektif dan objektif.
Analisis/assesment merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua,ketiga
dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini :
*
diagnosis/masalah
kebidanan
*
diagnosis/masalah
potensial, serta
* perlunya
mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/masalah
potensial.
Ø P ( planning )
Planning/perencanaan adalah membuat
rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun
berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertunjuan
untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraanya Meskipun secara istilah, P adalah planning atau
perencanaan saja, namun P dalam metode SOAP ini juga merupakan gambaran
pendokumentasian implementasi dan evaluasi. Dengan kata lain, P dalam SOAP
meliputi pendokumentasian manejemen kebidanan menurut Helen Varney langkah
kelima, keenam dan ketujuh. B.
7 LANGKAH MENURUT VARNEYA
|
5 LANGKAH
|
SOAP
|
|
Pengumpulan data
|
S
O
|
|
Identifikasi masalah atau diagnosa
|
A
|
|
Rencana asuhan
|
P
|
|
Implementasi langsung pada klien
|
|
|
Evaluasi rencana asuhan kebidanan
|
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN BAYI Ny. “M” DENGAN HERNIA
DIAFRAGMATIKA DI PUSKESMAS GINTU KECAMATAN LORE
SELATAN
KABUPATEN POSO TANGGAL 28 – 30 OKTOBER 2012
I.
TANGGAL PENGKAJIAN
Hari/ tanggal : Selasa, 11 Oktober 2011
Jam : 11.00 WIB
Tempat : Poliklinik Y
Penolong : Bidan
II.
PENGGUMPULAN
DATA
A.
Data Subjektif
1.
Biodata
BAYI
Nama : By. X
TTL : Baturaden, 11 Oktober 2011
Jenis Kelamin : Laki – laki
Anak Ke : 1
ORANGTUA
IBU
Nama : Ny. A
Umur : 24 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : Jalan Raya Baturaden km. 12, Karangmangu
Purwokerto.
AYAH
Nama : Tn. Y
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Jalan Raya Baturaden km. 12, Karangmangu Purwokerto
2.
Keluhan Utama
Ibu mengatakan
bayi lahir tanggal 11 Oktober 2011 jam 04.00 WIB jenis kelamin laki – laki,
langsung menangis. Tetapi bayi terlihat sesak napas setelah menangis.
3.
Riwayat Kehamilan
Ibu
mengatakan selama kehamilan, ibu tidak pernah menderita penyakit kronis atau
menular. Ibu makan seperti biasa dengan porsi 3x sehari dan melakukan kunjungan
ANC sebanyak 8x pada bidan, serta telah mendapat imunisasi 2x TT, mendapat
tablet besi dan vitamin C.
4.
Riwayat Persalinan
Ibu
melahirkan pada usia kehamilan 37 minggu dengan penolong persalinan bidan.
Lahir spontan, menangis. BB : 2900 gram, PB : 49 cm. Tidak ditemukan komplikasi
persalinan.
5.
Riwayat Nifas
Bayi
menangis keras, gerakan akfif, berwarna merah. Tidak terdapat perdarahan
postpartum.
6.
Riwayat Tumbuh Kembang
BB : 2900 gram
PB : 49 cm
7.
Riwayat Imunisasi
Belum mendapat imunisasi
8.
Pola Kebiasaan
a.
Pola Nutrisi : Bayi diberi ASI
b.
Pola Eliminasi : Bayi mengeluarkan mekonium
c.
Pola Tidur : ± 12 jam/ hari
d.
Pola Kebersihan : Bayi disabun 2x / hari. Diganti popok
Setiap
BAB dan BAK.
III. PENGKAJIAN FISIK
B. Data Objektif
1.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tidak
cukup baik, sianosis
Kesadaran : compos
mentis
2.
TTV
Suhu : 36 0C
Nadi : 50 x/ menit
Respirasi : 25
x/ menit
AS : 5
3.
Pemeriksaan Fisik
a.
Kepala
Rambut : Hitam, lurus
Mata : konjungtiva merah jambu, sklera putih
Hidung : simetris, bersih, tidak terdapat polip
Mulut : Sianosis, tidak terdapat sumbing, reflex
hisap
baik.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ditemukan secret.
Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.
b.
Dada
Dada
asimetris saat bernapas, terdengar bising usus di rongga dada sebelah kiri.
Bentuk diding dada kiri dan kanan asimetris.
c.
Abdomen
Perut teraba kosong
d.
Genetalia
Tidak terdapat kelainan genetalia.
Testis turun di scrotum.
e.
Ekstremitas
Gerakan
normal, tidak ada kelainan. Jumlah jari tangan kanan 5 kiri 5. Jari kaki kanan
5 kiri 5. Tidak ditemukan pembengkakan atau bercak – bercak hitam.
f.
Integument
Warna kulit
merah, turgor baik, ditemukan sedikit vernik pada tubuh bayi. Tidak terdapat
pembengkakan atau bercak – bercak hitam.
g.
Refleks
Menghisap : -
Menggenggam : +
IV.
ANALISIS
DATA
Diagnosis : Bayi baru lahir dengan Hernia diafragmatika
7
jam postpartum.
Masalah
a.
Bayi dengan sesak napas.
b.
Bayi mengalami muntah akibat obstruksi usus
Kebutuhan
a.
Bayi ditidurkan dalam posisi setengah duduk dan
dipasang pipa nasogastrik yang dengan teratur dihisap
b.
Diberikan antibiotika profilaksis
c.
Beri oksigen
d.
Rongent, USG, fluoroskopi
e.
Bedah, transplantasi paru
V. DIAGNOSIS KEBIDANAN
Diagnosis Kebidanan : Bayi baru lahir dengan Hernia diafragmatika
7 jam postpartum.
VI. INTERVENSI
1.
Jelaskan pada ibu tentang keadaan/ kondisi bayinya.
R : Meningkatkan pengetahuan dan mengurangi kecemasan ibu
2.
Pantau keadaan bayi selama dirawat
R : Deteksi dini adanya kelainan
3.
Lakukan perawatan pada bayi baru lahir
R : Agar kondisi bayi tetap stabil
4.
Anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI sesering
mungkin.
R : Untuk memenuhi nutrisi bayi.
5.
Jangan lakukan rawat gabung/ rooming in
R : Untuk melakukan observasi intensif, karena bayi dengan
komplikasi.
6.
Jaga kehangatan bayi
R : Agar bayi tidak mengalami hipotermi.
7.
Segera beri oksigen
R : Agar bayi tidak sesak napas, dan mengalami syok.
8.
Segera lakukan persiapan operasi
R : Melakukan pembedahan pada Hernia
diafragmatika untuk
mengembalikan
usus ke rongga abdomen, agar tidak terjadi
komplikasi
lebih lanjut pada paru dan jantung.
VII.
IMPLEMENTASI
1.
Menjelaskan pada ibu bahwa keadaan bayinya tidak cukup
sehat, dan dilihat dari geraknya yang kurang aktif, warna kulit kebiruan, walau
lahir langsung namun bayi mengalami sianosis.
2.
Memantau keadaan bayinya selama dirawat meliputi :
a.
Keadaan umum
b.
TTV
c.
BAB, BAK
d.
Nutrisi
e.
Perubahan warna kulit
f.
Gerakan atau aktivitas
g.
Tali pusat
h.
refleks
3.
Melakukan
perawatan pada bayi baru lahir
a.
Mandi 2 x/ hari
b.
pemberian profilaksis (chloramfenicol 1% /
oxiteracylin)
c.
pemberian vitamin K 0.002 cc pada jam pertama setelah
lahir
d.
Perawatan tali pusat (cara : luka tali pusat
dibersihkan kemudian dibalut dengan kasa steril)
e.
Mengganti popok tiap kali BAB dan BAK, kemudian
dibersihkan dengan sabun lalu dikeringkan.
4.
Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI sesering
mungkin, yaitu setiap bayi menangis atau setiap 2 jam sekali. Karena ASi
mengandung antibody yang dapat menjegah
terjadinya infeksi pada bayi.
5.
Tidak melakukan rawat gabung antara ibu dan bayi, guna
memudahkan melakukan observasi intensif pada bayi, karena bayinya mengalami
komplikasi.
6.
Menjaga kehangatan bayi
Dengan cara : -
menjaga suhu ruangan dan lingkungan
-
Memakaikan topi, sarung tangan dan kaki
7.
Segera diberikan oksigen, agar bayi tidka mengalami
sesak napas lagi.
8.
Segera siapkan operasi untuk mengembalikan organ
abdomen ketempat seharusnya.
VIII.
EVALLUASI
Tanggal : 11 Oktober 2011 jam : 11.00 WIB
Bayi tidak sehat, dan dilihat dari gerakan kurang aktif, warna kulit
kebiruan. Walaupun langsung menangis setelah lahir bayi jadi mengalami
sianosis. Bayi muntah karena mengalami obstruksi usus.
BBL : 2900 gram
Nadi : 50 x/ menit
RR : 25 x/ menit
Suhu : 36 0C
BAB IV
PEMBAHASAN DARI TUJUAN KHASUS
4.1 Masalah
Salah satu penyebab terjadinya
hernia diafragma adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun
trauma tumpul abdomen, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari
cedera dapat berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling
sering akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab
paling seering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini menyebabkan
terjadi penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan dengan adanya
rupture pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering
disebabkan oleh luka tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Sekitar
0,8-1,6 % dengan trauma tumpul pada abdomen mengalami rupture pada diafragma.
Perbandingan insiden pada laki-laki dan perempuan sebesar 4:1. Ditemukan pada 1
diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.
4.2 Perencanaan
Apabila pada anak dijumpai
adanya kelainan – kelainan yang biasa mengarah pada Hernia diafragmatika, maka anak perlu segera dibawa ke dokter atau
rumah sakit agar segera bisa ditangani dan mendapatkan diagnosis yang tepat. Tindakan yang bisa dilakukan sesuai dengan masalah yang keluhan – keluhan
yang dirasakan :
1.
Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa
nasogastrik yang dengan teratur dihisap.
2.
Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak
dipersiapkan untuk operasi. Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan
lubang pada diafragma diperbaiki.
4.3
Implementasi
Pemilihan
penatalaksaan bedasarkan lama waktu yang dibutuhkan dalam mendiagnosis hernia
diafragma Pada keadaan akut terapi repair diafragma trasabdominal merupakan
pilihan karena tingginya insiden trauma yang berhubungan dengan abdomen. Pada
fase latent repair transthorakal menjadi pilihan karena sudah terjadi
perlengketan organ intra thorakal. Laparoskopi eksplorasi juga bisa menjadi
pertimbangan untuk diagnosis dan sekaligus terapi yang bersifat minimal
invasive.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hernia diafragmatika adalah
sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Hernia Diafragmatika adalah
penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada
diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui
suatu pintu pada diafragma. Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan
80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri. Janin tumbuh di uterus ibu sebelum
lahir, berbagai sistem organ berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara
minggu ke-7 sampai 10 minggu kehamilan. Esofagus (saluran yang menghubungkan
tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga berkembang pada minggu itu.
Gejalanya berupa: 1).Retraksi sela iga dan substernal,2). Perut kecil dan
cekung,3). Suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut,4).
Bunyi jantung terdengar di daerah yang berlawanan karena terdorong oleh isi
perut,5). Terdengar bising usus di daerah dada,6). Gangguan pernafasan
yang berat.
Yang dapat dilakukan seorang
bidan bila menemukan bayi baru lahir yang mengalami hernia diafragmatika yaitu
:1). Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru,2). Posisikan bayi
semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan dari isi perut
terhadap paru berkurang dan agar diafragma dapat bergerak bebas,3). Awasi
bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan bayi
agar tidak terjadi aspirasi,4). Lakukan informed consent dan informed choice
untuk rujuk bayi ke tempat pelayanan yang lebih baik.
5.2 Saran
Dengan adanya KTI yang berjudul “Hernia Diafrgamatika”
penulis mengharapkan pembaca dapat sedikit mengetahui tentang hernia
diafragmatika serta komplikasi yang disebabkan oleh hernia diafragmatika.
DAFTAR
PUSTAKA
Markum. A.H. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta
Nelson. (2000). Ilmu
Kesehatan Anak. EGC. Jakarta
Wiknjosastro. H. (2006). Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Nanny
Vivian.2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:Salemba
Medika.
Wafi Nur
Muslihatun.2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi Dan Balita.Yogyakarta.Fitramaya